Aku menangis, terus menangis, kupuaskan seluruh air
mataku meruah. Kuletakkan androidku di bawah bantal, tak ingin kubaca lagi
mention mereka yang terpampang jelas di timelineku. Tangisku semakin menjadi
mengingat bahwa Fifian adalah sahabatku dan Reon adalah kakak kelas yang sangat
kuidamkan sejak SMP. Kulempar boneka tak bersalah itu sembarangan, penuh emosi
dan melanjutkan tangisku.
***
Aku berdiri di depan kaca, menatap diriku lekat lekat.
Yah! aku bahkan banyak menghabiskan waktu hanya untuk menyisir rambut. Tak terasa
aku mulai menapaki duniaku sebagai seorang remaja. Ku lirik jam dinding yang
terpampang tinggi tinggi diatas meja TV. Oh tidak! Sudah pukul 6, hari ini
penutupan MOS dan pentas seni, tentu aku tidak boleh terlambat, akan banyak
demo ekskul hari ini. Dengan segera kuraih ranselku dan berjalan cepat ke ruang
tamu. “Nuri Berangkaaaaat!” teriakku keras keras, segera kutancap mio merahku
sebelum mama kembali mengomel karena aku belum sarapan pagi ini.
Pukul 12.15. Benar dugaanku, hari ini sungguh luar
biasa, lapangan SMA Mega Kharisma penuh sesak, gerah, terik matarahari menggarang
membakar kulit sebagian orang yang tengah berjemur menunggu acara dimulai
ditengah lapangan. Aku dan fifian segera berlari mencari tempat teduh. “Ah
sial!” Umpatku. Semua tempat teduh telah penuh dengan gerombolan manusia.
“Disana Nuri!” Fian, teman baru ku di SMA, ia menarik tanganku kuat kuat, sedikitpun
tak mau mengalah, badan mungilnya menerjang gerombolan orang penuh keringat di
tengah lapangan. Duduklah kami berdua di dekat pos satpam, walau agak jauh dari
panggung utama, paling tidak kulit kami tidak gosong karena bersila tepat di
bawah paparan matahari. Beberapa detik kemudian, semua mata dari semua penjuru
lapangan serentak menuju ke panggung utama, sangat terkesan dengan penampilan
dari Tim PaDus andalan SMA ku ini. Wow! Kostumnya keren” pikirku, kostumnya
memang keren, perpaduan warna ungu dengan batik. Suara mereka juga tak dapat
diragukan, gabungan suara sophran, alto, tenor dan bass yang begitu menyatu
indah benar benar membuatku takjub. Eh tunggu! Sepertinya ada seseorang yang ku
kenal disana. Tinggi, putih, matanya tajam, bulu matanya yang tebal dan lentik
itu mengingatkanku pada …. Otak ku berpikir keras, sedikit kuingat namanya,
“Re… Re… “
“Reni mungkin” jawab Fifian sekenanya.
“Bukaaan!!” Elak ku cepat.
“Re… Re..” otakku kembali berputar cepat, kulirik
beberapa saat fifian ikut berpikir. Hanya beberapa saat, lalu fifian kembali
mengobrol dengan teman sebelahnya yang tak begitu kukenal. Ah! Sejak pertama
bertemu Fian memang selalu cuek.
“Ha! Dia Reon!!” aku menatap seseorang yang kuincar
itu lekat lekat. Benar dugaanku dia benar benar Reon! “Fi! Fi! Itu lihat! Itu
reon. Lihat cepat!!” ku pukul bahu fifian berkali kali sambil mengarahkan
telunjuk ku lurus lurus ke arah yang ku tuju.
“Ah! Sakit Nuri! Apa sih?” Fifian geram, sedang
tanganku masih tek berhenti memukuli bahunya.
“Itu Reon! Lihat!” ku tatap Reon lurus lurus, kakak
kelas yang kusukai sejak kelas 8 SMP. Fifian mengikuti arah pandangku tapi
tetap tak menemukan siapa orang yang kumaksutkan. Aku geram, gelagatku semakin
tak karuan, aku sungguh terpana dengan cowok kharismatik itu, rambutnya sedikit
berantakan dielus angin, tapi senyum khas nya yang sungguh tak pernah
kulupakan.
“Oh itu, yang putih kan? Yang ganteng itu kan? Yang
mirip Andhika Pratama itu kan?” Tebak Fian sekenanya, Fifian tak begitu suka musik juga penampilan
paduan suara seperti ini semenarik apapun itu, jadi wajar bila sedari tadi Fian
hanya mengobrol dan sesekali menguap.
Anak di samping kiri ku mulai gelisah, akibat
kehebohanku sedikitpun ia tak mendengar suara dari depan sana.
“Ssssssst!! Diem dong ah!” tegurnya sambil sedikit
menyenggolku.
“Maaf ya, ini temen saya lupa belom minum obat tadi
pagi, maaf ya hehe” jawab Fifian ngawur. Kucubit lengan Fifian keras keras
sebelum beranjak meninggalakan gerombolan manusia di dekat pos satpam. Aku
berlari menghampiri anggota paduan suara yang tengah berpanas panas membagikan
brosur tepat di depan panggung. Dengan cepat kuminta brosurnya, kulirik susunan
anggota Padus di selebaran itu, Ah benar! Tertera nama “Edgardhi Marion
Laribuan” tepat di urutan nomor tiga dan ada tulisan (Bendahara) tepat di
sebelah kanan namanya. Apa? Jadi reon adalah bendahara paduan suara? Haha!
Setelah ini aku pasti menjadi anggota terajin dalam urusan bayar membayar.
Dengan sigap ku ambil faster di saku rok biru ku lalu menuliskan nama lengkapku di sana.
“Nuri Alisya kelas X-4” sempat kulirik Reon sebelum beranjak dari tempatku
berdiri, Reon tersenyum kepadaku. Badanku lemas, seakan tulang belulang dalam
tubuhku meluruh setelah melihat senyuman Reon yang mendamaikan duniaku itu. Aku
segera berlalu dari hadapan Reon tanpa sempat kubalas senyumannya. Tidak! aku
hanya selalu salah tingkah setiap menatapnya.
***
3 bulan berlalu sejak kejadian demo ekskul itu, aku
benar benar menjadi anggota paduan suara, dan kurasa hubunganku dengan Reon
semakin dekat akhir akhir ini. Seperti beberapa hari yang lalu Reon mengantarku
pulang seusai latihan paduan suara untuk persiapan upacara 17 Agustus esok. Aku
juga sering bertemu dan makan di kantin berdua dengannya. Reon sering sekali
mentraktirku minum di kantin, ada satu minuman kesukaannya, Teh poci dingin
dengan susu coklat, tidak lupa ditambah gula satu sendok dan es batu sedikit
lebih banyak. Reon bisa menghabiskan dua gelas teh susu manis tersebut sekali
minum, biasanya dia beli tiga gelas sekaligus. “Yang satu untuk simpanan
dikelas, minumnya sembunyi sembunyi waktu gurunya lagi gak ngeliat, dan puji
Tuhan gak pernah ketahuan bawa gelas kantin ke dalem kelas, hehe” jawabnya
panjang lebar sambil nyengir saat beberapa waktu lalu aku bertanya masalah ini
padanya.
Semakin hari kedekatanku dengan Reon bak lautan dan
pepunuk pulau, sungguh tak terpisahkan. Banyak kakak kelas iri melihat
kedekatan kami, Reon memang tampan, walau ia laki laki bulu matanya itu
panjaaaaaaaaaaang seperti artis artis wanita Hollywood. Apalagi Reon juga
terkenal baik, sopan, lemah lembut, pintar, oh ya romantis, pokoknya supeeer
sekali. Setiap lima menit sebelum istirahat pertama, Reon sudah duduk di depan
kelasku menungguku usai pelajaran, dan kami sarapan berdua di kantin. Pukul
tiga sore tepat Reon juga selalu siap di depan kelasku, menungguku usai
pelajaran lalu ia mengantarku sampai ke gerbang sekolah. Dia juga selalu
membawakan tas makan siang dan jaketku saat sedang mengantarku sampai ke
gerbang.
Akhir akhir ini Fifian marah, ia marah tidak jelas.
Kadang aku tak disapanya saat kami kebetulan berpapasan. Fifian pernah bilang
aku terlalu banyak berduaan dengan Reon sehingga terkadang lupa padanya. Saat
Sholat Dhuhur aku dan Fifian sering bertemu bahkan sholat bersama, Reon berbeda
agama denganku, dia Kristen. Keluarganya benar benar taat beragama. Bahkan,
ayah Reon sampai membeli rumah tepat di depan gereja. Lalu apa yang membuat
Fifian ngambek hingga berhari hari seperti ini? Aku benar benar tak mengerti
Fifian, yang ku tahu fifian sedang dekat dengan salah satu anggota Osis
sekarang ini. Tapi Fifian memang mudah bergaul, ia dekat dengan laki-laki mana
saja. Apa fifian sedang ada masalah?
Ah.. entahlah! Aku baru saja membuka SMS dari Reon, ia sedang sakit. Aku harus
menemaninya di UKS, memang kemarin malam ia bilang ia sedikit pusing. Ya tuhan!
Panas Reon tinggi sekali, ia terbaring lemah di ranjang UKS, katanya kemarin ia
kehujanan saat pulang dari gereja. Karena sedang istirahat, aku langsung cabut
ke kantin untuk membelikan minuman kesukaannya. Saat aku kembali reon sudah
bangun dari tidurnya dan bersandar dengan bantal di tembok UKS. “Trimakasih
pelayan, hehe” katanya bercanda walau terlihat masih lemas. “Anytime tuan muda.”
jawabku menyeringai lebar.
***
Ya Tuhaaan! Tolong beri tahu Apa aku bermimpi? tepat
di hari ulang tahunku Reon bersama Fifian datang ke rumah, Fifian membawa
boneka panda berukuran super besar berwarna merah muda dan reon membawa gitar
kesayangannya. Reon menyanyikan sebuah lagu spesial untukku sebelum ia
memberikan boneka besar itu. Lagu berjudul Pilihanku dari Maliq n D’essential ”
Maukah kau tuk menjadi pilihanku, Menjadi
yang terakhir dalam hidupku, Maukah kau tuk menjadi yang pertama, Yang selalu
ada di saat pagi ku membuka mata, Ijinkan aku memilikimu, mengasihimu,
menjagamu, menyayangimu, memberi cinta, memberi semua yang engkau inginkan” lalu
Reon menyatakan seluruh perasaannya padaku. Aku luluh lantak sedikitpun tak
dapat berucap, aku tak kuat menatap matanya yang tajam. Sedang Fian hanya
tersenyum geli melihatku salah tingkah di depan Reon. Aku harus menjawab apa? Aku
sangat senang, tapi jelas Reon dan aku berbeda keyakinan, apakah tidak apa apa
jika kami berpacaran? Aku menoleh kearah Fifian berharap Fifian bisa
membantuku, tapi ia malah menampakkan tampang innocence nya. “Iya” jawabku pelan malu malu.
Hatiku kini semakin kukuh
Hadirmu mengobati hati yang rapuh
Hadirmu mengobati hati yang rapuh
Mempesona...
Rumput hijau menatapku mesra
Kicau burung berbisik tentangku
Yang terpanah asmara
***
Bel istirahat sudah 5 menit yang lalu, tapi kemana
Reon? Tidak biasanya ia belum muncul untuk mengajakku makan di kantin. Apa
tidak masuk? Ku ambil hape yang bergetar di saku rok, ada sms dari Reon “Maaf, aku bnyk tgs, jd hr ini kt tdk mkn d
kntin dulu y?” Tuh kan benar, Reon sedang banyak tugas. Dengan cepat
kubalas smsnya “Oke sayang :*” Aku
melangkah dengan malasnya keluar kelas, kepalaku pusing, dari dulu hingga
sekarang pelajaran matematika masih saja membosankan.
Pelajaran usai, Reon juga tidak menjemputku seusai
sekolah. Kemana lagi dia? Tidak ada pesan masuk atau telpon darinya. Aku
melangkah gontai membawa dua tas dan jaket pink ku menuju ke gerbang sekolah.
“Biasanya ada reon yang membawakan tas makan siang dan jaketku ini, kemana sih
Reon?” Aku merindukan pangeranku itu. Aku masuk ke dalam angkot sambil terus
mencari Reon, barangkali ia baru saja keluar sekolah. Hape di kantong baju ku
kembali bergetar. Pasti ini reon, ternyata benar. Dengan segera ku buka pesan
darinya. “Nuri, aku minta maaf, jujur aku
lg sibuk dngn band ku akhr2 ini, mngkin sebaiknya kt berteman” Jantungku
seakan ingin berhenti, seperti ada benda keras yang kuat kuat menumbuk dadaku
hingga lebam, bibirku terkatup dan lidahku terasa kelu. Seakan aku adalah mawar
yang kemarin baru saja mekar dan kini Reon melayukanku. Segera ku balas SMSnya
“Jd mkstmu kt putus? Tp kt baru jadian 3 hr yg lalu.” Senja berlalu, namun tak
kunjung kudapat jawaban yang kuinginkan dari Reon.
***
Dua Hari kemudian....
“Fifian, anak X3 itu, ia menusuk sahabatnya sendiri. Barusan
aku melihatnya berduaan dengan Mas Reon anak XI P1 di depan kopsis” Seorang
gadis berkulit langsat dengan rambut diikat tinggi tinggi mengusikku.
“Ah yang benar saja? Fifian kan memang begitu, dia
tukang PHP, pacar siapa yang tidak jadi korban kecantikannya? Padahal hatinya?
Jih!” Seorang gadis dengan bando merah indah membalut rambutnya pura-pura
meludah setelah menyebut nama Fifian. Aku yang tak kuasa menahan amarah karena
sahabatku diinjak-injak berjalan dengan geram ke arah mereka. Mereka yang
sepertinya mengetahui gelagat kemarahanku, lari entah kemana. Aku dengan emosi
yang mendidih berjalan cepat ke kelasku.
Sepulang sekolah aku mendapat sms dari Fifian, begini
isinya, “Ri, aq mnta maaf, tp skrg kak
Reon rajin mengirimiku sms dan menelponku, aq srg menemaninya stelah kalian
pts, aq rasa kak reon kesepian tanpamu oleh karena itu aku ingin menemaninya.
Tdk apa2kan?” Aku baru membalasnya 2 jam kemudian “Apa? Reon dekat dgnmu? Tdk papa, aku sdh tdk ada hub apa2 dgnnya.” Hatiku
sakit mengetahui kedekatan mereka, dunia serasa semakin hancur. Apa maksut Reon
melakukan ini semua? Apa karena Fifian jauh lebih cantik dariku? Fifian putih,
cantik, juga pandai, dia pemain kasti andalan sekolahku. Tapi apa harus mereka
dekat setelah dua hari kami putus? Lima menit kemudian sms dari Fifian masuk
lagi, “Apa kamu masih menyukai kak Reon
Ri?” Aku tak membalas sms Fian, kuletakkan HPku di bawah bantal, kupaksakan
mataku terpejam namun aku tak kunjung terlelap.
Merintih jiwaku perih
Dalam goresan luka yang membahana
Terhimpit duka dan nestapa
Terhimpit duka dan nestapa
Buih-buih kecewa, kusimpan erat
dalam sangkar lara
Telah patah sekuncum bunga
Kau patahkan kasih dan harapnya
Kau biarkan layu dalam luka yang menganga
Kau biarkan layu dalam luka yang menganga
***
Pukul empat sore, seusai mandi, kulakukan rutinitasku
berjalan jalan ria di timeline mencari
status yang menarik kemudian tinggal klik retweet hehe. Tapi apa yang ku lihat
di timeline sore ini? “@Chafifian kak
Reon!! {} @Edgardhireon” kemudian di bawahnya ada replay dari Reon, “@Edgardhireon iyaa adek {} @Chafifian” Kukulum
lidahku kelu, kurasa tulang punggungku seakan meluber. @Edgardhireon adalah
akun twitter milik Reon dan tentu saja @Chafifian adalah akun milik sahabatku
Fian. Tak cukup sampai disitu, ada lagi mention dari Fian ke Reon. “@Chafifian tak pek loh yo kamu kak sayang
:* @edghardhireon”
Hatiku benar benar hancur seperti di masukkan dalam
penggilingan kelapa. Kuputar lagu “That
should be me” oleh Justin Bieber. “That
should be mo holding your hand, that should be me making you laugh, that should
be me this is so sad” Kenapa tega sekali mereka melakukan ini? Jelas jelas
Fian tau bahwa aku masih menyukai Reon, sekalipun aku sudah putus dengannya.
Bahkan mengingat beberapa bulan yang lalu, akulah yang mengenalkan Fian kepada
Reon, ternyata Fian malah berpacaran dengan orang yang masih sangat melekat di
hatiku. Dan bukankah Fian baru saja dekat dengan pelatih kasti barunya? Grrrr!!
Sungguh aku tak habis pikir, jangan jangan benar kata gadis-gadis beberapa hari
yang lalu, bahwa fifian menusukku dari belakang. Semalaman aku menangis hingga
kurasa mataku sudah sebesar bola Tennis.
***
Dua bulan kemudian...
Aku memang belum sepenuhnya melupakan Reon, apalagi
terkadang aku masih berpapasan dengannya atau dengan Fifian di kantin. Beberapa
kali Reon meminta maaf kepadaku, tapi tidak dengan Fifian, sedikitpun Fian
tidak mencoba menghubungiku untuk sekedar say
hi terlebih meminta maaf. Apa ini sikap yang ditunjukkan seorang sahabat?
Aku sedang asyik menikmati es buah kesukaanku di
kantin, hanya sendirian. Aku melamun, teringat dulu aku dan reon selalu duduk
disini, tempat yang begitu sering kami singgahi setiap jam istirahat. Bahkan
sampai saat ini aku tak mengerti apa sebenarnya tujuan reon melakukan ini
padaku. apa selama ini aku salah menilai Reon sebagai laki laki yang baik? Kubuka
diary coklat bercover panda, mencoba menuliskan beberapa puisi untuk menambah
koleksiku.
Hingga layu
kutunggu bayangmu
Kuucap dalam
hitamku
Cintaku kan
menunggumu
Nanar jiwaku
berbisik pelan
Ini
penantian dalam deras hujan
Lamunanku dibuyarkan oleh suara Reon tepat di
belakangku, aku tak mengijinkannya duduk di sebelahku tapi Reon memaksa. Ia
bilang ia sudah putus dengan Fifian dan intinya Reon memintaku kembali padanya.
“Frankly, I do
love ya, I’ve passed my every single day without ya, my star. And it’s so much
hurting me, now I do hope you are able to be my girl again, will ya?”
kurang lebih begitu katanya, dengan nada suara yang tetap sama seperti saat
pertama kali Reon menyatakan perasaannya padaku, dengan tatapan yang sama pula.
“Will be
much better if you are Looking for a girl whom wants to be your toy, isn’t it?” lalu kutinggalkan Reon ‘ku’ itu
sendiri termenung di tempat kami dulu biasa duduk berdua. “You’ll never know
how does it feel” bisikku pada Reon sebelum jauh meninggalkannya menyesali
semua. Aku hanya tidak sanggup menggenggam kembali mata pisau yang kemarin
menusukku.
Enjoy the story,
@zbtly